Sejarah Desa Tenganan Bali
Desa Tenganan merupakan salah satu Desa Bali Aga / Bali Asli dan tempat wisata di bali yang cukup terkenal. Desa tradisional ini berlokasi di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem di bagian timur pulau Bali. Berjarak sekitar 70 kilometer dari bandara Ngurah Rai. Perjalanan menuju ke desa ini dari bandara Ngurah Rai, menempuh waktu kurang lebih satu setengah jam dengan kendaraan roda empat. Jika terjadi kemacetan di jalan maka akan memakan waktu lebih lama. Terkenalnya desa ini tidak terlepas dari sejarahnya. Berikut sejarah Desa Tenganan, Karangasem Bali.
Tersebutlah Tanah Tenganan sebagai pemberian Dewa Indra. Kisahnya bermula dari kemenangan Dewa Indra atas peperangan dengan Raja Mayadenawa yang otoriter. Dunia, karena peperangan itu, dianggap kotor, karenanya dibutuhkan upacara penyucian dengan kurban seekor kuda. Terpilihkan Oncesrawa, kuda milik Dewa Indra sebagai bakal kurbannya.
Dewa Indra kemudian menugaskan Wong Peneges, prajurit kerajaan Bedahulu, untuk mencari Oncesraw. Orang-orang Paneges dibagi dalam dua kelompok, yaitu: Kelompok pertama mencari ke arah Barat dan kelompok kedua mencari ke arah Timur. Kelompok pertama tidak menemukan jejak kuda kurban, sedangkan kelompok kedua berhasil menemukan kuda tersebut dalam keadaan mati pada suatu tempat di lereng bukit, yang sekarang disebut bukit Kaja ‘bukit Utara’, Desa Tenganan Pegringsingan.
Menurut cerita masyarakat setempat, Tenganan berasal dari kata ngatengahang(bergerak ke tengah). Ini berkaitan dengan cerita berpindahnya warga Tenganan dari pesisir Pantai Ujung mencari tempat lebih ke tengah. Versi lainnya menyebut Tenganan berasal dari tengen(kanan). Ini berkaitan dengan cerita warga Tenganan berasal dari orang-orang Peneges. Peneges berarti pasti atau tangan kanan. Kata Pegringsingan diambil dari kata gringsing yang terdiri dari kata gring dan sing. Gring berarti sakit dan sing berarti tidak . Jadi gringsing berarti tidak sakit , selain itu gringsing merupakan kain tenun ikat ganda khas Tenganan, sehingga diyakini orang yang memakai kain Gringsing dipercaya dapat terhindar dari penyakit. Lebih kompleks lagi gringsing adalah penolak mara bahaya.

Desa tenganan memiliki banyak upacara adat. Salah satunya upacara masuk ke dalam kalender budaya Tenganan. Sebutlah misalnya Usaba Kasa, Usaba Karo, Usaba Ketiga, Usaba Kapat, Usaba Sambah,dan seterusnya merupakan upacara tradisi yang hadir dalam wilayah ritual dan kesadaran akan industri pariwisata.
Dengan keunikan tradisi yang dimiliki itu, tak mengherankan bila desa yang terletak di kabupaten Karangasem ini sering dikunjungi turis. Mereka datang untuk menyaksikan keseharian masyarakat Tenganan dan tentunya kain tenun Pegringsingan yang sangat terkenal. Terlebih pada saat berlangsungnya Upacara 7 Usaba Sambah. Suasana Desa Tenganan pun bertambah ramai, bukan oleh wisatawan saja, tetapi juga karena banyak penduduknya yang pulang kampung. Oleh masyarakat setempat, upacara ini memang masih dianggap penting dan seluruh komponen masyarakat desa terlibat di dalamnya.
Keunikan Desa Tenganan
Mata pencaharian peduduk desa Tenganan Karangasem, umumnya sebagai
petani padi. Sebagian kecil ada juga sebagai pengerajin. Kerajinan khas
penduduk desa antara lain, anyaman bambu, ukir – ukiran, lukisan diatas
daun lontar serta kain tenun.
Keunikan desa Tenganan terdapat pada bangunan penduduk yang masih traditional, tenunan kain gringsing serta acara perang pandan.
Desa Kerajinan Kain Gringsing

Kain tenun yang di buat oleh penduduk desa ini diberi nama kain
Gringsing. Oleh karena itu, desa traditional ini juga disebut dengan
nama desa Tenganan Pegringsingan Bali.
Dari dahulu penduduk desa ini, terkenal dengan keahliannya menenun
kain Gringsing. Kain Gringsing tersebut dikerjakan dengan cara teknik
dobel ikat. Teknik ini hanya satu – satunya di Indonesia, sehingga kain
Gringsing hasil karya masyarakat lokal tersebut sangat terkenal ke
seluruh dunia.
Perang Pandan

Penduduk desa Tenganan, memiliki tradisi yang sangat unik. Setiap
tahun pada pertengahan bulan Juli, digelar tradisi mageret pandan
(perang pandan). Yaitu ritual sepasang pemuda desa, saling sayat
menggunakan duri – duri dari daun pandan di atas panggung mereka. Akibat
sayatan duri daun pandan tersebut, akan menimbulkan luka di punggung
pemuda desa.
Setelah selesai perang pandan, luka akan diobati dengan obat
tradisional antiseptik dari bahan umbi – umbian. Saat diolesi obat,
punggung para pemuda akan terasa sangat perih. Luka tersebut akan
mengering dan sembuh dalam beberapa hari. Tradisi ini dilakukan untuk
melatih mental dan fisik warga desa Tenganan.
Nice Ririiiii😘
BalasHapusCakep seri😀
BalasHapusNice story❤
BalasHapusAseikkk
BalasHapusAseikkk
BalasHapusNice💕
BalasHapusKeren❤️
BalasHapusKeren💕
BalasHapusMantap,
BalasHapusMnatapp maju terus
BalasHapusJeg top marokotop😂😂😂 mangat srigalak ku😘😘😘😘
BalasHapusWow keren banget 💞
BalasHapusSukses slalu
BalasHapusBagus tu
BalasHapusGreat place,
BalasHapusAyo kenalkan budaya budaya yg ada dan yg kita semua punya, cintai dan lestarikan budaya kita, karena itu adalah sebuah titipan dari leluhur
Great place👏👏👏👍👍🌍
BalasHapusAyo perkenalkan budaya budaya yang kita semua punya,
Mangat❤😇
BalasHapusI love you deen be nah😻
BalasHapusGood job kawan,
BalasHapusKerenn mb
BalasHapusNice dear 💕💕
BalasHapusKeren blognya
BalasHapusWow
BalasHapusAmazing
BalasHapusNice :)
BalasHapusgood job
BalasHapusGood
BalasHapusInfo yang bermanfaat
BalasHapus